'Jahitlah Kehidupanmu' Wahai Anakku!

Menjahitlah terus wahai anakku...karena kehidupan ini bisa diibaratkan jarum jahitmu yang terus menyusuri saat demi saat. Ia harus meninggalkan tapak demi tapak jejak kebaikan, sebagaimana benang jahit yang mampu menyatukan yang terserak dan tercerai. 

Menjahitlah terus wahai anakku... ikatlah semua ilmu pengetahuan, keterampilan, ajaran ketakwaan dan keimanan dalam ikatan yang kuat benang jahitmu itu...jangan pernah ceraikan ia dari dirimu...agar suatu saat kelak dengan izin-Nya engkau akan tumbuh menjadi pribadi yang membanggakan orang tuamu, bangsa dan agamamu. Aamiin.


Ayah dan Haniiah masih liburan. Hanya Ambu yang sudah masuk sekolah, hari pertama menyambut murid-murid barunya. Sementara, adik Hafizhah tentu saja ikut bersama Ambu. Ia tak bisa jauh dari Ambu, masih nenen, dan dititip di penitipan tak jauh dari kelas Ambu. Ayah dan Haniiah memilih beraktivitas di rumah.

Pagi itu... (Kamis, 13 Juni 2017)


Aku : (Sibuk mengetik di laptop)

Haniiah : "Ayah, bantu kasih panjang benang." (sambil menyodorkan jarum dengan sisa beberapa centimeter benang yang terpasang. Ia juga menyodorkan segulungan benang.)

Aku : (masih sibuk mengetik, menerima jarum dan benang itu, kutancapkan jarum itu ke gulungan benang, dan sisa benangnya kugulung ke gulungan benang itu. Lalu menyerahkan kembali ke Haniiah)

Haniiah : "Bukan begitu, ayah, tolong kasih panjang benangnya. Aku mau menjahit celanaku yang sobek."

Ternyata maksud Haniiah adalah ia minta aku memasangkan benang baru yang lebih panjang di jarum agar bisa digunakannya untuk menjahit. Oh...

Aku : "Jangan, nak nanti tanganmu tertusuk. Sini ayah jahitkan!"

Haniiah : "Aku sudah belajar, ayah."

Aku : (Kupasangkan benang panjang di jarum pengganti benang pendek itu. Dengan perasaan was-was, kuserahkan ia ke putriku)

Haniiah : (Menjahit)

Aku : (mengamati bagaimana putriku menjahit. Ternyata...eh, ternyata anakku bisa...Lega!)



Anak baru lulus Taman Kanak-Kanak itu ternyata sudah mampu menjahit. Memang hasilnya masih belum sempurna, namun untuk anak seumurannya, itu sudah sangat luar biasa rapi. Bagian yang robek dari celananya sudah bisa menyatu kembali. Dan tak lama kemudian, celana itu sudah bisa dipakainya kembali.

Bagaimana reaksi Ambu saat mengetahuinya? Seperti yang sudah kuduga, Ambu seolah tidak percaya. Jangankan Ambu, aku pun seandainya tak menyaksikan langsung, mungkin akan merasakan hal yang sama, "Benarkah? Benarkah?" herannya.

"Benar, Ambu!" Haniiah sendiri yang menjawabnya.

Dan, Ambu pun sudah menyaksikan sendiri hasil jahitan putrinya.

Ternyata, kita sebagai orang tua hanya perlu memberikan kepercayaan atas peran-peran tertentu kepada anak kita. Bahkan kepada hal-hal yang mungkin di luar dugaan kita akan kemampuan anak kita. Dan ternyata anak kita bisa.

Rasa cemas, khawatir anakku tertusuk jarum....berubah menjadi rasa bangga... Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah. Dialah Al-'Alim yang telah menganugerahkan ilmu kecerdasan kepada setiap makhluknya.

“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 282)

Allah telah menganugerahkan kepandaian dan kecerdasan kepada manusia semenjak kakek moyangnya yang pertama diciptakan, yakni Nabi Adam a.s. Saat itu, para malaikat pun dibuat terkagum akan kekuasaan Allah yang telah mengistimewakan manusia dengan ilmu pengetahuan.

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (Al-Baqarah: 31-33).

Demikianlah, untuk melihat rahasia kecerdasan yang dianugerahkan oleh Allah, kita tak perlu pergi ke tempat-tempat yang jauh... Kita tak perlu membuang biaya untuk terbang menjumpainya. Tak perlu mengkhususkan waktu untuk sekedar menemuinya.... Karena, ia ada di sekitar kita... Ia bisa nampak pada diri anak-anak kita...

'Menjahitlah terus', wahai anakku...karena kehidupan ini bisa diibaratkan jarum jahitmu yang terus menyusuri saat demi saat. Ia harus meninggalkan tapak demi tapak jejak kebaikan, sebagaimana benang jahit yang mampu menyatukan yang terserak dan tercerai.

Menjahitlah terus wahai anakku... ikatlah semua ilmu pengetahuan, keterampilan, ajaran ketakwaan dan keimanan dalam ikatan yang kuat benang jahitmu itu...jangan pernah ceraikan ia dari dirimu...agar suatu saat kelak dengan izin-Nya engkau akan tumbuh menjadi pribadi yang membanggakan orang tuamu, bangsa dan agamamu. Aamiin.
Jayapura, 15 Juli 2017

0 Response to "'Jahitlah Kehidupanmu' Wahai Anakku!"

Post a Comment