Dua Jempol untuk Tips Pak Manteri Kampung Mencabut Gigi Putri Kami

Ternyata pertumbuhan gigi putriku sangat baik, putih dan kuat. Termasuk gigi susunya. Akibatnya, ketika akar gigi serinya mulai terlihat, gigi susu itu tak menunjukkan tanda-tanda akan tanggal sendiri. Ia masih menancap dengan kokoh.

Kami mulai mencari tahu bagaimana mengatasinya. Kami menanyakan hal ini kepada teman-teman yang punya pengalaman bagaimana kisah tanggalnya gigi susu anak mereka. Ada yang bilang sering-sering digoyangkan dengan tangan. Ada yang memberi saran agar digunakan untuk menggigit makanan-makanan yang keras (seperti besi kali ya..hehe..). Ada juga yang menyarankan untuk ke dokter. Untuk ke dokter ini ada yang mensyaratkan gigi harus sudah dalam kondisi goyang, namun ada juga yang punya pengalaman anaknya giginya tidak goyang pun bisa dicabut oleh dokter atau manteri.

Kami menempuh semua saran itu. Digoyang-goyangkan, lalu diminta menggigit makanan keras. Setelah ada tanda-tanda gigi mulai bisa digoyangkan, kami bawa ke pak manteri. Kebetulan pak manteri tinggal tak jauh dari rumah kami, dan melayani pengobatan berbagai penyakit, termasuk mencabut gigi.

Trik pak manteri agar anak menurut dicabut giginya, perlu diacungi jempol. Betapa tidak, semua langkahnya dalam upaya itu, terutama langkah non medis atau lebih tepatnya bersifat psikologis ternyata sudah dipertimbangkan dengan baik dan matang berdasarkan pengalaman panjangnya.

Sebelum kita sebutkan trik, tips, cara atau langkah-langkah atau entah disebut apalah, agar anak sukses dan menurut dicabut giginya, baiklah kami ceritakan bagaimana pak manteri menyambut kami hingga berhasil mencabut gigi putri kami.

Anak kami tidak dibawanya ke ruang praktiknya, tapi disabut di ruang tamu dengan sofa empuknya sebagaimana ia menyambut pasien-pasiennya. Pasien baru akan dibawa ke ruang khusus praktik, manakala membutuhkan tindakan seperti penyuntikkan dan pembedahan kecil, terutama bagi pasien dewasa. Untuk pasien anak-anak, pantang di bawa ke ruang praktik itu, dan hanya diterima dan dilayani di ruang tamu yang cukup nyaman itu.

Setelah mengetahui maksud kedatangan kami dan sudah terjadi negosiasi dengan putri kami (maksudnya pembujukkan...hehe...), tak lama kemudian pak manteri pun masuk ke ruang praktiknya. Begitu keluar, ia nampak membawa alat penyemprot anastetik yang menimbulkan efek dingin dan keram seraya menyemprotkannya ke secuil kapas.

"Cuma ditempel saja, koq," katanya.

"Bagaimana rasanya, dingin kan?" lanjutnya sambil menempelkan kapas itu ke tangan putri kami.

"Nah, sekarang ditempel ke giginya ya."

"Tutup matanya biar dinginnya tidak kena mata."

Seperti dihipnotis putri kami pun menuruti kata pak manteri. Saya pun dengan refleks membantu menutup mata putri kami. Dan....saat mata ditutup itulah, pak manteri mengeluarkan tang khusus yang ternyata sudah disiapkan di saku celananya.

"Nanti kalo sakit, ga jadi ya...," katanya sambil beraksi mencabut gigi putri kami.

Dan...dengan secepat kilat, gigi pun telah tercabut, sementara putri kami tak mengetahui alat apa yang tadi dikeluarkan dan digunakan pak manteri, sebab alat itu dengan sigap ia sembunyikan kembali.

Sudah ga jadi kalo sakit! Eh...ternyata giginya sudah terlepas...

Bagai trik sulap yang mampu menghipnotis putri...

Ia pun menjelaskan maksud semua langkah yang ditempuhnya, yang mungkin bisa dianggap sebagai trik atau tips, agar sukses mencabut gigi.

Tidak membawa ke ruangan praktiknya dimaksudkan agar mengurangi atau menghilangkan rasa takut dan trauma. Bagi anak, masuk ke ruang kerja dokter dan melihat berbagai alat kerja dokter adalah sebuah teror tersendiri. Apalagi banyak saat ini di ruang praktik dokter yang justru memajang atau menata rapi alat-alat praktiknya di hadapan pasiennya, termasuk anak-anak...hmmm, pelajaran atau tips nomor satu.

Tips kedua, masih dalam kaitannya untuk tujuan menghilangkan rasa takut itu, pak manteri selain tidak membawa ke ruang yang dipenuhi alat-alat medis, ternyata alat utama dalam aksinya kali ini yaitu tang disembunyikan rapat-rapat dari pasien anaknya. Hanya penyemprot keram yang ia tunjukkan. Sebab, alat-alat penyemprot dianggap sudah familiar bagi anak-anak dan tidak menimbulkan ketakutan.

Tips ketiga, kalimat: hanya ditempel kapas saja koq, nih rasanya dingin kan? Pak materi ingin tetap membuat putri kami merasa nyaman. Bahkan untuk memberikan rasa percaya, kapas itu pun sebelum berada di tempat sasaran, ia telpelkan sejenak di tangan putri kami...bagaimana rasanya? Dingin kan? Putri kami pun mulai memberikan rasa percayanya kepada pak manteri tak akan menyakitinya. Dan, ini memiliki posisi sangat penting bagi keberhasilan aksi selanjutnya.

Keempat, sekarang tutup matanya, biar dinginnya tidak kena mata adalah upaya agar putri kami tak melihat alat yang mungkin menakutkan baginya dan sekaligus menjauhkannya dari melihat operasi menakutkan baginya.

Kelima, kalimat: kalo sakit gak jadi ya, padahal pak manteri sudah beraksi mencabut gigi putri kami... Kalimat ending ini juga penting, sebagai upaya meyakinkan bahwa pak manteri tidak melakukan tindakan yang menyakiti putri kami.

Dan...teng tereng...ompong satu...

Biak, 9 Juli 2017
Ditulis di atas KM Cremai, dalam pelayaran Sorong Jayapura.

0 Response to "Dua Jempol untuk Tips Pak Manteri Kampung Mencabut Gigi Putri Kami"

Post a Comment