We Are The Champions

Di lantai 4 Tower Lion Air itu, tamu hadirin telah duduk rapi di tempatnya. Di bagian depan terlihat Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Prof. DR. Din Samsuddin beserta istrinya. Diikuti oleh sejumlah dosen yang merupakan para juri dan panitia lomba. Di bagian depan juga nampak Ibu Dewi Yull, Cici Tegal dan sejumlah artis pengisi acara. Hadir pula sejumlah petinggi dari Lion Air.

Setelah beberapa lagu ditampilkan dari ibu Dewi Yull dan sejumlah artis ibukota itu, kini tiba saatnya Cici Tegal selaku pembawa acara mempersilahkan Ketua Dewan Juri untuk menyampaikan pengumuman yang paling dinantikan.

"Kita mulai kategori yang paling ditunggu-tunggu yakni Lomba Penulisan Esai untuk kategori guru. Juara pertama diraih oleh.....Bapak Sunardi dari Papua," kata Ketua Dewan Juri disambut tepuk tangan meriah tamu hadirin.

Sahabat-sahabatku sesama finalis semuanya berdiri dan menyalami dan mengucapkan selamat padaku. Sementara aku masih duduk di kursiku seolah tak percaya dengan apa yang aku dengar. Sedari tadi, aku duduk membaur dengan para guru yang juga finalis dalam lomba ini. Selama menunggu pengumuman ini, kami saling bercakap akrab dan tak ada rona persaingan di antara kami.  Kami tak ada satu pun yang merasa layak menjadi juara pertama. Bahkan, kami saling menyatakan bahwa yang layak juara adalah teman-teman guru lainnya. Kesempatan bercakap akrab dan bertukar pikiran itu memang baru muncul saat kami berkumpul seperti ini, sementara di hotel kami dipisahkan kamar. Seperti aku yang berada dalam satu kamar dengan seorang finalis dari Jakarta untuk kategori mahasiswa, dan seorang finalis lagi dari NTB untuk kategori siswa SMA. Aku baru berdiri ketika Ketua Dewan Juri memanggilku untuk tampil ke depan.

Sejumlah hadiah berupa tropi, sertifikat, miniatur pesawat terbaru Lion Air, dan tentu saja uang tunai sebesar Rp9 juta rupiah diserahkan langsung kepadaku sebagai juara pertama malam itu. Alhamdulillah. Juara kedua meraih hadiah uang tunai sebesar Rp7,5 juta rupiah, dan Juara ketiga meraih Rp6 juta rupiah. Sedangkan juara favorit I mendapatkan Rp4,5 juta, dan favorit II Rp3,5 juta.

Jangankan membayangkan menjadi juara I, dinyatakan masuk sebagai finalis saja rasanya sudah seperti mimpi, hampir tak percaya. Sebagaimana kabar telpon yang masuk ke handphone jadulku ketika itu.

"Selamat ya pak, bapak dinyatakan sebagai finalis lomba menulis esai kategori guru. Bapak adalah finalis mewakili zona 5: Sulawesi, Maluku dan Papua. Dan, bapak diundang untuk hadir dalam babak final di Jakarta," demikian kalimat seorang ibu yang kudengar dari handphone jadulku.

Seolah tak percaya dengan penyampaian itu, sehingga beberapa kali aku bertanya untuk meyakinkan, "Ini betulan ya, bu?"

"Sebagai buktinya, kami juga sudah mengirim surat ke bapak. Dalam surat itu sudah ada nama-nama finalisnya. Kemudian nanti dari pihak Lion Air akan menghubungi bapak untuk proses ticketing. Selamat ya pak."

"Alhamdulillah, terima kasih informasinya, bu."

"Baik pak, sampai ketemu di Jakarta ya pak."

Benar saja, dalam surat yang kuterima namaku tertulis bersama 4 finalis lainnya. Kami berlima masing-masing dinyatakan sebagai yang terbaik dari masing-masing zona. Kelima zona yang masing-masing menghantarkan 1 orang finalis itu yaitu zona 1: Sumatera, zona 2: Jawa dan Madura, zona 3: Kalimantan, zona 4: Bali dan Nusa Tenggara, dan Zona 5: Sulawesi, Maluku dan Papua. Seleksi untuk mendapatkan nama-nama finalis ini adalah berupa seleksi tulisan masinh-masing peserta dari kelima zona tersebut. Dan, dari masing-masing zona hanya ada satu orang sebagai finalis yang akan diundang ke Jakarta untuk mempresentasikan tulisannya di hadapan para juri. Dan, aku mewakili zona 5, artinya tulisanku dianggap baik dan layak oleh pak Taufik Ismail dkk sebagai juri dakam lomba ini. Alhamdulillah Ya Rabb.

Para peserta diinapkan di Hotel Atlet Century di Senayan. Sementata, presentasi hasil tulisan esai kami dilaksanakan di Tower Lion Air di bilangan Jalan Gajah Mada, sehingga panitia menyiapkan bus antar jemput. Saat presentasi, masing-masing peserta diberikan waktu 15 menit yang terdiri dari 5 menit presentasi dan  menit tanya jawab.

Dalam lomba yang dihelat hasil kerja sama Diktilitbang PP Muhammadiyah, UM Gresik dan Lion Air ini, tidak hanya untuk kategori guru, namun terdapat 4 kategori lainnya, yakni kategori mahasiswa, siswa SMA, SMP, dan SD. Hanya untuk siswa SD bukan lomba menulis esai melainkan menulis surat untuk presiden. Dan tetap saja untuk semua kategori itu, gurulah yang mendapat hadiah paling tinggi dari segi nominal uangnya.

Setelah malam pengumuman sekaligus penganugerahan hadiah, keesokkan harinya masih dilakukan kembali seremonial penyerahan hadiah. Seremonial penyerahan hadiah yang kedua ini dilakukan dihadapan Wakil Presiden kala itu, yakni Bapak Jusuf Kalla dalam acara launching penggunaan pesawat terbaru dari Boeing. Ternyata Lion Air menjadi maskapai pertama di dunia yang menggunakan pesawat Boeing 737 seri 900ER. Hanya saja, seremonial penyerahan hadiah di hadapan Wapres ini hanya diperuntukkan bagi juara-juara I untuk kelima kategori lomba itu. Itu berarti untuk guru, hanya aku yang tampil ke depan untuk secara simbolik menerima hadiah-hadiah yang sebenarnya sudah diserahkan semalam yang dikumpulkan kembali oleh panitia menjelang seremonial penyerahan.

Bukan itu saja, kami para juara I ini juga berhak untuk menjadi penumpang pertama di dunia pada penerbangan pertama pesawat Boeing 737-900ER yang langsung terbang dari Amerika dan transit di Bandara Changi Singapura itu. Dalam uji coba pesawat itu, kami duduk satu pesawat dengan pak JK, sejumlah menteri, pejabat negara, para tokoh dan sejumlah artis. Kami pun mendapatkan baju kaos bertuliskan, ""I AM 1 OF 213 FIRST PASANGERS 737-900ER IN THE WORLD."

Rute penerbangan perdana ini adalah dari Bandara Soekarno Hatta ke Halim Perdanakusuma dan kemudian kembali ke Soekarno Hatta, meskipun Wapres hanya membersamai kami sampai di Halim Perdanakusuma. Saat terbang perdana itu, selain kami bisa menikmati mulusnya take off dan landing dari sebuah pesawat baru, kami juga sempat menikmati keindahan pemandangan Anak Gunung Krakatau dari arah udara. Pesawat sempat mengitari kawasan pegunungan yang juga kepulauan itu.

Selain itu, wajahku dan sejumlah pemenang ini sempat menghiasi kalender Lion Air Grup Tahun 2008. Dan, menurut sejumlah sahabatku yang terbang menggunakan Lion Air di sebulan setelah lomba itu, mendapati wajahku dimuat di majalah LIONMAG.

Alhamdulillah Ya Rabb, segala puji bagimu. Ya Allah, jadikan kami bersyukur atas semua anugerah ini. Jadikan ini sebagai titik awal kami bisa berkontribusi bagi kebaikan umat, bangsa, negara, dan agama kami. Aamiin.

Lomba nan Penuh Perjuangan

Di balik hasil yang gemilang terdapat kerja keras, ketekunan dan keuletan, selain tentu saja doa dan kehendak Ilahi. Kerja keras itu sudah nampak sejak awal mengikuti lomba. Betapa tidak untuk bisa mengikuti lomba menulis esai nasional kali ini, aku harus melakukan pengumpulan data, dari mulai membolak-balik tumpukan koran lokal hingga mendatangi langsung kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Papua di bilangan Dok 2 Jayapura. Saat itu, untuk mendapatkan publikasi data-data statistik belum semudah seperti sekarang yang tinggal mendownload saja. Sekali klik buku Papua Dalam Angka terbaru pun bisa dimiliki. Saat itu, aku harus datang langsung ke Perpustakaan BPS Papua, mencari data-data yang aku butuhkan. Begitu dapat, aku memohon izin untuk bisa memfotocopynya dengan meninggalkan KTP asli sebagai jaminannya. Seingatku, aku perlu hingga dua kali mendatangi kantor BPS untuk melengkapi data ini. Sementara dari koran lokal aku bisa mengumpulkan banyak fakta dan data tentang tema pendidikan yang akan aku tuliskan.

Selain itu, data-data statistik maupun kumpulan fakta berita tersebut, aku pun menghimpun sejumlah pengalaman pribadi dari beberpa guru, terutama yang pernah ditugaskan mengajar di pedalaman Papua. Wal hasil, bahan tulisanku dari segi data dan fakta termasuk relatif lengkap. Kini tinggal menuliskannya.

Esai yang kuajukan kuberi judul: "Menyongsong Fajar Baru Pendidikan di Papua." Sebuah judul yang menurutku, sekaligus mewakili tema Optimisme Anak Bangsa itu. Judul yang mungkin bagi sebagian orang menjadi keheranan. Judul yang menjadikan kita terbelalak. Menyongsong fajar baru pendidikan, dan pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan di Papua. Kalau fajar baru pendidikan di Jawa misalnya, mungkin takkan muncul keheranan itu. Tetapi ini di Papua. Justru di sinilah tantangannya, aku sebagai penulis ditantang untuk menghadirkan pemikiran dan hasil renunganku bagaimana menjadikan pendidikan di Papua ini menjadi maju, sejajat dan tak tertinggal dari daerah lainnya, terutama di wilayah barat Indonesia.

Saat penulisan juga bukan tanpa kendala, terutama saat pengetikkan. Jangan dibayangkan saat itu, kemudahan untuk memiliki PC atau pun laptop seperti saat ini. Kami para guru DDI (MA Darud Dakwah wal Irsyad adalah tempatku mengajar) hanya mengandalkan komputer satu-satunya di sekolah untuk menyelsaikan tugas-tugas administrasi kami yaitu membuat perangkat pembelajaran. Maka aku pun menggunakan sisa waktu, ketika komputer itu 'nganggur' terutama di malam hari. Hingga suatu ketika aku sedang asyik menyelesaikan ketikanki, baru sadar kalau jalan menuju ke tempat tinggalku sudah menjadi lautan air karena banjir.

Pengiriman tulisanku juga ternyata berada di batas waktu terakhir. Hari itu Sabtu, 10 Maret 2017, sementara tulisan paling terlambat diterima panitia di Universitas Muhammadiyah Gresik pada 12 Maret 2017. Awalnya pihak titipan kilat mengatakan bahwa tidak mungkin kiriman bisa sampai pada tanggal tersebut ke Gresik. Hingga harus ditanyakan ke pimpinannya kepastian bisa tidaknya. Setelah beberapa saat bertanya ke sana kemari, pimpinan itu mengatakan bahwa ternyata tulisanku bisa sampai pada tanggal tersebut.

Alhamdulillah Ya Rabb, akhirnya semua kehendak-Mu pun terjadilah. Aku dinobatkan sebagai yangbterbaik dalam penulisan esai kali ini, bahkan oleh seorang juri yang adalah sastrawan terkenal negeri ini, dan sekaligus penulis idolaku bapak Taufik Ismail. Alhamdulillah. Segala puji syukur terindah hanyalah bagi-Mu. Ya Allah, jadikan ini sebagai titik awal kami bisa berkontribusi bagi kebaikan umat, bangsa, negara, dan agama kami. Aamiin.

Jayapura, 24 Juni 2018/
10 Syawal 1439

NB:
Tanggal Lomba:
Penyambutan Finalis: 28 April 2007
Grand Final: 29 April 2007 (pagi hingga siang)
Pengumuman Pemenang: 29 April 2007 (malam)
Penerbangan Perdana Boeing 737 Seri 900ER: 30 April 2007

Dalam lomba ini, dari Jayapura sy berangkat bersama dengan nak Aghiel seorang finalis dari SD Muhammadiyah untuk Lomba Penulisan Surat. Aghiel mendapatkan Juara II.
























0 Response to "We Are The Champions"

Post a Comment