Ayat 21 Surat Al-Ahzab: Teladani Rasulullah Mengubah Kondisi dari Nestapa Menjadi Bahagia. Refleksi Maulid Nabi Muhammad saw

Tanpa terasa kita telah kembali berada di bulan Rabiul Awwal.  Bulan inilah Rasulullah saw dilahirkan, tepatnya pada hari Senin 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah. Sekitar 63 tahun beliau pernah mendiami Bumi yang sama dengan yang saat ini kita huni. Waktu yang memang relatif singkat, namun ajarannya  terus hidup melintasi ruang dan zaman, hingga mata dunia berakhir.

Sahabat, saya tidak hendak mempermasalahkan kontroversi seputar boleh tidaknya peringatan Maulid Nabi diadakan. Biarlah sahabat secara dewasa mengambil pandangan sendiri mana yang paling sahabat bisa ikuti. Saya hanya ingin mengajak sahabat untuk sejenak merenung dan melihat dengan mata hati yang dipenuhi bashirah, untuk mendapatkan hikmah yang terdalam dari peristiwa akbar kelahiran manusia agung yang menjadi suri tauladan kita itu.

Sahabat, tak ada Rasul yang mendapatkan pujian begitu tinggi selain beliau. Pujian itu langsung datang dari Pencipta alam semesta, “Sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai budi pekerti yang agung” (Al-Qalam: 4).

Bahkan istri tercintanya, Aisyah pun mengakui keagungan pribadinya seraya berkata, “Kaana khuluquhul Qur’an (Akhlaknya adalah Al-Qur’an).” Ya, beliau adalah Al-Qur’an yang hidup. Kalau engkau ingin tahu akhlak Nabi, maka baca Al-Qur’an. Semua kandungan Al-Qur’an telah dijalankannya. Benarlah bahwa Rasul saw adalah Al-Qur’an yang berjalan.

Sahabat, ayat Al-Qur’an yang hari-hari ini menjadi populer ialah ayat 21 dari Surat Al-Ahzab,

“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)

Ustadz Hidayat Nur Wahid dalam kesempatannya di Jayapura, saat itu dekat dengan momentum kelahiran Rasulullah saw., sempat menyitir ayat tersebut. Dalam pandangannya, seharusnya ketika membaca ayat tersebut haruslah diterapkan prinsip komprehensif memandang konteks ayatnya. Pembacaannya haruslah dimulai dari ayat ke-9 dan baru berakhir pada ayat ke-27. Ayat ke-9 hingga ke-27 ini adalah satu tema yang tidak bisa dipenggal-penggal. 

Konteks rangkaian ayat tersebut adalah bercerita tentang kondisi saat perang Ahzab atau yang lebih kita kenal dengan perang Khandak (perang Parit). Dinamakan demikian karena strategi yang jitu yang dimunculkan untuk menghentikan derap musuh adalah dengan menggali parit pada bagian yang terbuka dari kota Madinah agar musuh tiada bisa merangsek masuk. 

Bagaimana kondisi kejiwaan para sahabat Rasulullah pada peristiwa perang Ahzab ini, digambarkan dengan jelas pada ayat ke-10, “ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika penglihatan(mu) terpana dan hatimu menyesaak sampai ke tenggorokan dan kamu berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah.” Ayat ini dengan gamblang menggambarkan bagaimana hebatnya rasa takut dan gentar di kalangan kaum mukminin saat itu. Pasukan Qurays dan Bani Ghatafan yang mencapai sekitar 10 ribu personel menghadang dari arah depan, sementara itu Yahudi dari Bani Quraizah siap menusuk dari belakang. Benar-benar mencekam kondisi perang yang terjadi pada tahun ke-5 setelah Hijrah ini (tahun 627 Masehi).

Di ayat ke-11 dijelaskan lagi, “Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang dahsyat.” Kondisi ini masih ditambah lagi dengan munculnya orang-orang munafik yang melarikan diri ke belakang. 

Hingga ayat ke-20 masih menggambarkan kondisi psikologi pasukan Muslimin yang berada dalam tekanan. Kemudian diikuti oleh ayat ke-21,

“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan banyak mengingat Allah.”

Setelah ayat ini, maka kondisi pun menjadi berbalik.  Kondisi umat Islam berubah total menjadi kondisi yang penuh harapan dan optimisme. Muslimin mendapat peneguhan keyakinan sebagaimana diungkapkan pada ayat 22. Dalam ayat ke-25, Allah menghalau pasukan kafir dan mengalahkan mereka dengan mengirim angin topan dan bala tentara yang tidak terlihat oleh mata. Begitu juga Allah menghinakan Bani Quraizah dengan membunuh mereka dan menawan sebagian lainnya. Puncaknya ialah di ayat ke-27, di mana Allah memberikan kemenangan yang paripurna, bukan hanya kemenangan immateril tetapi juga kemenangan materil dengan mewariskan tanah, rumah, dan harta benda, dan bahkan diberikan tanah-tanah yang belum pernah kaum Muslimin injak sebelumnya.

Rangkaian ayat-ayat di atas dengan gamblang menggambarkan bahwa semangat meneladani Rasulullah saw., akan membawa kepada harapan baru, memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi dan memberikan kemenangan yang hakiki. Meneladani Rasulullah akan mampu mengubah kondisi dari nestapa menjadi Bahagia. Nampaknya para pemimpin negeri ini pun sangat perlu mengambil pelajaran dari rangkaian ayat yang disajikan Allah tersebut. Agar dalam memimpin rakyatnya dipenuhi dengan semangat untuk memberikan solusi bagi permasalahan mereka, mengubah kondisi terpuruk mereka menjadi lebih baik, dan bukan sebaliknya.


Gedung Basic Science Centre A (BSCA) ITB, 17 Februari 2010

0 Response to "Ayat 21 Surat Al-Ahzab: Teladani Rasulullah Mengubah Kondisi dari Nestapa Menjadi Bahagia. Refleksi Maulid Nabi Muhammad saw"

Post a Comment